Women's Poetry Slam

Abi Ardianda is an Indonesian author who wrote a debut psychological thriller novel titled Kelab dalam Swalayan, which was named one of the five best reads by Indonesian authors by The Jakarta Post in 2021. The novel also won the Best First Novel and Best Psychological Thriller awards from the Scarlet Pen Awards in 2022. Her second novel, Laila Tak Pulang, was selected as a finalist for the Ayu Utami Literary Prize for Beginners in 2023. The novel also received recognition from the Scarlet Pen Awards in 2024, winning in the Best Novel and Best Mystery Novel categories, and became one of the works discussed at the Makassar International Writers Festival in 2024.

Abi Ardianda adalah seorang penulis asal Indonesia yang menulis novel debut beraliran psychological thriller berjudul Kelab dalam Swalayan, yang dinobatkan sebagai satu dari lima bacaan terbaik karya penulis Indonesia versi The Jakarta Post tahun 2021. Novel ini juga memenangkan penghargaan Best First Novel dan Best Psychological Thriller dari Scarlet Pen Awards tahun 2022. Novel keduanya, Laila Tak Pulang, terpilih menjadi finalis Hadiah Sastra Ayu Utami untuk Pemula tahun 2023. Novel tersebut kembali meraih penghargaan dari Scarlet Pen Awards tahun 2024 untuk kategori Best Novel dan Best Mystery Novel, serta menjadi salah satu karya yang didiskusikan pada Makassar International Writers Festival tahun 2024.

Esther Haluk is an Indonesian writer, academic, church worker, and activist from West Papua. She serves as the Coordinator of the West Papua Feminist Forum (WPFF), a platform that brings together Papuan women and marginalized groups such as the LGBT community and people with disabilities to share their knowledge and grow together. Living in a conflict zone, Esther actively advocates for women's and children's issues in Papua. Her poetry collection, Nyanyian Sunyi, was published in 2021 to reflect the realities there. In addition to her campaign and advocacy work, Esther is actively involved in Sinode Gereja Kemah Injil Papua (KINGMI) and teaches at Sekolah Tinggi Teologia Walter Post Sentani.

Esther Haluk adalah seorang penulis, akademisi, pekerja gereja, dan aktivis perempuan dari Papua Barat. Ia menjabat sebagai Koordinator West Papua Feminist Forum (WPFF), sebuah forum yang mewadahi para perempuan Papua dan kelompok marginal seperti komunitas LGBT dan kelompok disabilitas untuk saling berbagi pengetahuan dan bertumbuh bersama. Hidup di daerah konflik, Esther aktif mengadvokasikan isu-isu perempuan dan anak di tanah Papua. Kumpulan puisinya yang bertajuk Nyanyian Sunyi diterbitkan pada tahun 2021 untuk merefleksikan realitas yang terjadi di sana. Selain aktif melakukan kampanye dan advokasi, Esther juga aktif di Sinode Gereja Kemah Injil Papua (KINGMI) dan mengajar di Sekolah Tinggi Teologia Walter Post Sentani.

Nova Eliza is an Indonesian actress, short film director, and social reformer. Her dedication to acting was recognized with the Vidia Award in 2013 and Best Actress at the Bandung Festival in 2016. In 2015, Nova founded the Suara Hati Perempuan Foundation to empower women by raising awareness and advocating for women’s issues that persist in society. She directed a short film titled Cantik, which addresses the urgent issue of harassment among teenagers and continues to be promoted today. As a speaker, Nova has participated in numerous events, not only in Indonesia but also globally, including the launch of the European Union's Blue Book for Indonesia, which focused on the theme of gender equality.

Nova Eliza adalah seorang aktor, sutradara film pendek, dan aktivis. Ia pernah mendapatkan penghargaan aktor terbaik Vidia Award tahun 2013 dan Aktris Terbaik di Bandung Festival tahun 2016. Pada tahun 2015, Nova mendirikan Suara Hati Perempuan Foundation dengan tujuan untuk memberdayakan perempuan, menciptakan gerakan dalam rangka meningkatkan kesadaran dan mengadvokasikan hak-hak perempuan Indonesia. Nova menyutradari film pendek Cantik yang bercerita tentang pelecehan seksual remaja, yang masih disosialisasikan sampai sekarang. Sebagai pembicara, Nova sudah menghadiri berbagai kegiatan nasional atau international, salah satunya peluncuran the European Union's Blue Book for Indonesia yang mengangkat isu kesetaraan gender. 

Olin Monteiro is an Indonesian feminist activist, writer, documentary producer, and women’s rights consultant. Olin has been an activist for more than two decades and has created more than 10 documentaries and published over 20 books. She now manages the Jagat Setara and WokeAsiaFeminist Instagram channels and organizes feminism classes in various communities.

Seorang feminis aktivis, penulis, produser dokumenter dan konsultan hak-hak perempuan asal Indonesia. Olin Monteiro bekerja sebagai aktivis lebih dari 2 dekade. Ia juga adalah pekerja network jaringan seni budaya dan perempuan. Telah membuat lebih dari 10 dokumenter dan menerbitkan lebih dari 20 buku. Sekarang ia mengelola Instagram Jagat Setara dan WokeAsiaFeminist serta menyelenggarakan kelas feminisme di berbagai komunitas.

Pranita Dewi is an Indonesian writer who writes poetry, lyrical prose, and short stories. Her poetry collection titled Pelacur Para Dewa was published by Komunitas Bambu in 2006, and another titled Nyawa Tinggallah Sejenak Lebih Lama was published by Penerbit JBS in 2024. Some of her poems have appeared in Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Bali Post, Majalah Sastra Horison, Jurnal BlockNot Poetry, Jurnal Sundih, Jurnal Sajak, Basa Basi.co, Buruan.co, and other media outlets. Her poems have also been translated into French, English, and Thai, and included in several anthologies, such as the Couleur Femme Anthology published as part of the French literary event Le Printemps des Poètes, the Singapore – Indonesia Poetry Anthology by Majelis Sastra Asia Tenggara, and the Wanna Malai Anthology of Thai – Indonesian literature by the Jakarta Arts Council.

Pranita Dewi adalah seorang penulis Indonesia yang menulis puisi, prosa lirik, dan cerpen. Kumpulan puisinya yang berjudul Pelacur Para Dewa diterbitkan oleh Komunitas Bambu pada tahun 2006, dan tajuk lainnya, Nyawa Tinggallah Sejenak Lebih Lama diterbitkan oleh Penerbit JBS pada tahun 2024. Beberapa puisinya pernah dimuat di Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Bali Post, Majalah Sastra Horison, Jurnal BlockNot Poetry, Jurnal Sundih, Jurnal Sajak, Basa Basi.co, Buruan.co dan berbagai media lainnya. Beberapa puisinya juga diterjemahkan ke dalam Bahasa Prancis, bahasa Inggris, dan bahasa Thailand, dan masuk dalam sejumlah antologi, yakni Antologi Couleur Femme yang diterbitkan sebagai salah satu tema acara sastra Prancis Le Printemps des Poètes, Antologi Puisi Penyair Singapore – Indonesia oleh Majelis Sastra Asia Tenggara, dan Antologi Wanna Malai sastra Thailand – Indonesia oleh Dewan Kesenian Jakarta.

Yanti Sastrawan is an Indonesian writer and poet based in Stockholm, Sweden. Her writing career began from writing essays on social media behaviour and society as well as self-representation on social media, to collaborating with creative designers as a copywriter for various brands. Today, she primarily works in academic research within the media and communications discipline. When she is not working on her research project, she writes poetry where she also collaborates with other writers as well as visual artists.

Yanti Sastrawan adalah seorang penulis dan penyair Indonesia yang tinggal di Stockholm, Swedia. Karier menulisnya dimulai dari membuat esai tentang perilaku media sosial dan masyarakat, serta representasi diri di media sosial, dan kemudian berkembang menjadi kolaborasi dengan desainer kreatif sebagai copywriter untuk berbagai merek. Saat ini, ia utamanya mengerjakan penelitian akademis di bidang media dan komunikasi. Ketika tidak sedang mengerjakan penelitiannya, ia menulis puisi dan berkolaborasi dengan penulis lain serta seniman visual.